Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan pihaknya juga ikut berupaya mencegah penularan virus corona jenis baru atau COVID-19.
Salah satu caranya adalah dengan membebaskan 5.556 narapidana dari berbagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
“Kami per hari ini pukul 11.00 WIB, Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) kami melaporkan sudah kami keluarkan 5.556 warga binaan,” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI yang disiarkan melalui live streaming YouTube, Rabu (1/4/2020).
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, pembebasan para napi tersebut karena Lapas di negeri ini memang sudah kelebihan kapasitas. Sementara saat ini, wabah COVID-19 kian mengkhawatirkan.
Adapun ribuan napi itu dibebaskan dengan menggunakan Peraturan Menkumham (Permenkumham) nomor 10 tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi yang belum lama ini dia teken.
“(Para napi dikeluarkan) dengan Peraturan Menkumham nomor 10 tahun 2020 dan Keputusan Menkumham no 19.PK.01.04 tahun 2020,” jelasnya.
Lebih lanjut dia memperkirakan dengan menggunakan Peraturan Menkumham nomor 10 tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi itu, bukan tidak mungkin napi yang dikeluarkan nanti bisa mencapai lebih dari 35.000 orang.
“Bahkan dari beberapa ‘exercise’ (percobaan) yang kami lakukan bisa (membebaskan) mencapai lebih dari 35.000 warga binaan,” bebernya.
Namun, diakuinya ada beberapa jenis pidana yang napinya tak bisa dibebaskan. Hal itu karena upaya pembebasan akan melanggar Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP no 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Meski demikian, ditekankannya bahwa kebijakan tersebut sudah dia dilaporkan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi pun telah mengamini.
“Tentu ini tidak cukup, perkiraan kami bagaimana merevisi PP nomor 9 tahun 2012, (pembebasan warga binaan) saat ini tentu dengan kriteria ketat sementara ini,” urainya.
Adapun kriteria tersebut adalah pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya. Jumlahnya diperkirakan mencapai 15.442 orang.
Syarat yang kedua, lanjut Yasonna, napi tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun keatas. Itupun hanya bagi mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidana. Jumlahnya sebanyak 300 orang.
Sementara yang ketiga napi tindak pidana khusus yang dinyatakan rumah sakit tengah mengidap sakit kronis. Mereka juga harus yang telah menjalani 2/3 masa pidana. Jumlahnya 1.457 orang, belum termasuk napi warga asing yang sebanyak 53 orang.
“Kami akan laporkan ini di Rapat Terbatas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisi darurat ini bisa kita lakukan,” tambahnya.
Selanjutnya, demi mencegah penyebaran COVID-19, Yasonna mengaku juga telah menyurati Mahkamah Agung (MA). Isinya yakni meminta MA untuk tidak mengirimkan napi baru ke Lapas.
“Jadi dengan pengurangan ini, dengan angka-angka tambahan-tambahan ini bisa kita lakukan di angka 50 ribuan dan bertahap mungkin bisa melebar. Apalagi jika intake Polri bisa ditahan, akan membantu kami mengatasi krisis,” pungkasnya. (Foto : Istimewa).